BERITAHALAL – Sertifikat halal berlaku untuk selamanya sepanjang tidak terjadi perubahan komposisi pada produk. Undang-undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) mewajibkan seluruh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan memiliki sertifikat halal. Sertifikasi halal ini diberlakukan secara bertahap, di mana pada 17 Oktober nanti seluruh produk makanan, minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan wajib mengantongi sertifikat halal.
Menurut Kepala Pusat Pembinaan Dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Dzikro, tujuan pemberlakukan kewajiban sertifikasi halal dalam UU JPH adalah untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk; dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Sementara dalam perspektif ekonomi, mandatory sertifikasi halal dilakukan dalam rangka perubahan pola konsumen, di mana terjadi peningkatan pada sisi permintaan (demand side) terhadap barang yang dijamin kehalalannya.
“Dan juga pola produksi produsen pada sisi penawaran (supply side), di mana jaminan kehalalan produk,” kata Dzikro dalam Sosialisasi Pemberlakukan Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM di Bogor, Kamis (7/3).
Lalu bagaimana mekanisme pendaftaran sertifikat halal? Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag), Siti Aminah, mengatakan terdapat dua mekanisme pendaftaran sertifikasi halal yakni secara self declare dan regular.
Pertama, mekanisme regular. Sebelum melakukan pendaftaran, Siti Aminah mengatakan bahwa pelaku usaha diminta untuk menyiapkan dokumen yakni memiliki NIB Berbasis Risiko, menyusun dokumen persyaratan yakni surat permohonan; formulir pendaftaran (bagi jasa penyembelihan); aspek legal (NIB); dokumen penyelia halal; daftar produk dan bahan yang digunakan; proses pengolahan produk; dan manual Sistem Produk Jaminan Halal (SJPH).
Kemudian bagi usaha Non-UMK dan Luar Negeri, Penyelia Halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi, dan bagi jasa penyembelihan, Juru Sembelih Halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi.
“Dan jangan lupa berkonsultasi dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebelum memilih LPH,” jelas Siti Aminah.
Setelah seluruh dokumen terpenuhi, pelaku usaha mendaftar sertifikasi halal dan memasukkan seluruh dokumen di ptsp.halal.go.id (SIHALAL) atau OSS. Dokumen tersebut akan di verifikasi oleh BPJPH, kemudian LPH akan menghitung dan menginput biaya pemeriksaan di SIHALAL, setelah itu BPJPH akan menerbitkan tagihan pembayaran.
Setelah pelaku usaha membayar tagihan dan mengunggah bukti pembayaran di SIHALAL, BPJPH akan memverifikasi pembayaran tersebut dan menerbitkan Surat Tanda Terima Pendaftaran (STTD), yang dilanjutkan dengan pemeriksaan dan/atau pengujian produk oleh LPH. Selanjutnya Komisi Fatwa atau Komite Fatwa akan melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk. Jika sudah lolos sidang, maka BPJPH akan menerbitkan Sertifikat Halal dan pelaku usaha dapat mengunduhnya.
Untuk mekanisme self declare, pelaku usaha harusmemiliki NIB Berbasis Risiko, membuat akun SIHALAL di ptsp.halal.go.id, memilih Pendamping PPH melalui nfo.halal.go.id/pendampingan, dan menyusun dokumen persyaratan yakni surat permohonan; aspek legal (NIB); dokumen penyelia halal; daftar produk dan bahan yang digunakan; proses pengolahan produk; manual SJPH; dan ikrar pernyataan halal pelaku usaha.
Setelah semua dokumen terpenuhi, pelaku usaha mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL), kemudian pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi atas Pernyataan pelaku usaha, dan BPJPH akan memverifikasi dan validasi laporan hasil pendampingan dan menerbitkan STTD.
Selanjutnya Komisi Fatwa/Komite Fatwa akan melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk, dan BPJPH akan menerbitkan Sertifikat Halal yang dapat diunduh oleh pelaku usaha.
Dalam menerbitkan sertifikat halal, Siti Aminah menyebut BPJPH menerbitkan sertifikat halal berdasarkan fatwa halal tertulis atau penetapan kehalalan produk oleh MUI atau Komite Fatwa Produk Halal. Sertifikat halal berlaku sejak diterbitkan oleh BPJPH dan tetap berlaku sepanjang tidak terdapat perubahan komposisi bahan dan/atau PPH.
Sertifikat halal berbentuk digital dan ditandatangani secara elektronik, dapat diunduh melalui aplikasi SIHalal. Sertifikat halal yang diterbitkan berlaku untuk 1 jenis Produk sesuai ketentuan KMA Nomor 748 Tahun 2021 tentang Jenis Produk yang Wajib Bersertifikat Halal.
“Jadi pelaku usaha tidak perlu daftar ulang kecuali ada perubahan komposisi produk, karena sertifikat halal berlaku selamanya. Nanti ada survei dan pengawasan atas produk yang sudah dikeluarkan sertifikat halalnya,” jelasnya.
Mengingat batas waktu pemberlakukan yang sudah dekat, Dzikro juga mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikasi halal. Jika tidak, maka pelaku usaha akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 149 UU JPH yakni berupa peringatan tertulis dan penarikan barang dari peredaran.
“Jangan berfikir sanksi dulu, lihat sisi positifnya bagaimana UMKM dapat sertifikat halal, bisa memberikan nilai tambah. Jika pelaku usaha sudah tahu, sedang proses mengurus sertifikasi halal, maka sanksinya akan beda karena sudah on the track. Yang penting semua informasi tersampaikan kepada pelaku usaha,” tandasnya.