BERITAHALAL – Di era modern, sertifikat halal telah menjadi simbol penting dalam industri makanan dan minuman, memastikan kehalalan produk bagi konsumen Muslim. Namun, muncul pertanyaan: Mengapa kita tidak membuat sertifikat haram?
Secara sekilas, ide sertifikat haram mungkin tampak menarik. Sertifikat ini dapat membantu konsumen non-Muslim untuk menghindari produk yang dilarang dalam agama mereka.
Tetapi setelah ditelisik lebih dalam, terdapat beberapa alasan mengapa sertifikat haram tidak diperlukan dan bahkan dapat menimbulkan dampak negatif.
Alasan sertifikat haram tidak diperlukan:
1. Bertentangan dengan Prinsip Islam:
Islam melarang konsumsi produk haram seperti babi, bangkai, darah, dan alkohol. Mengesahkan produk haram melalui sertifikat berarti mentolerir pelanggaran syariat Islam, yang bertentangan dengan prinsip fundamental agama. Memberikan label halal pada produk haram dapat membingungkan konsumen dan memicu keraguan terhadap kehalalan produk lain.
2. Menyesatkan Konsumen:
Keberadaan sertifikat haram dapat menyesatkan konsumen, terutama non-Muslim, yang mungkin tidak familiar dengan hukum Islam. Konsumen mungkin berasumsi bahwa produk bersertifikat haram aman untuk dikonsumsi, padahal kenyataannya produk tersebut haram dan dilarang dalam agama mereka. Hal ini dapat membahayakan kesehatan spiritual dan fisik konsumen.
3. Melemahkan Integritas Otoritas Sertifikasi:
Otoritas yang mengeluarkan sertifikat haram kehilangan integritas dan kepercayaan di mata umat Islam. Masyarakat akan mempertanyakan kredibilitas dan komitmen otoritas tersebut terhadap syariat Islam. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga sertifikasi dan berdampak negatif pada industri halal secara keseluruhan.
4. Membuka Celah untuk Eksploitasi:
Sertifikat haram dapat membuka celah bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk mengeksploitasi konsumen dengan menjual produk haram berlabel halal. Hal ini dapat merugikan konsumen secara finansial dan membahayakan kesehatan mereka. Konsumen mungkin tertipu dan membeli produk haram dengan asumsi bahwa produk tersebut halal.
5. Memperkuat Stigma Negatif terhadap Islam:
Keberadaan sertifikat haram dapat memperkuat stigma negatif terhadap Islam, seolah-olah Islam adalah agama yang penuh dengan pengecualian dan pelanggaran aturan. Hal ini dapat memicu kesalahpahaman dan memperburuk hubungan antarumat beragama. Sertifikat haram dapat memicu stereotip negatif terhadap umat Islam dan mempersulit dialog antarumat beragama.
6. Bertentangan dengan Upaya Membangun Industri Halal:
Sertifikat haram bertentangan dengan upaya global untuk membangun industri halal yang kuat dan kredibel. Industri halal yang berkelanjutan harus didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam yang ketat dan terhindar dari praktik-praktik yang menyesatkan dan membahayakan konsumen. Sertifikat haram dapat menghambat pertumbuhan industri halal dan merusak citra positif industri halal di mata dunia.
Logika Sederhana.
Logika yang dipakai oleh mereka adalah karena jumlah produk yang haram lebih sedikit dibandingkan produk yang halal, maka hanya dibutuhkan sedikit sertifikat, dibanding jumalh sertifikat yang dikeluarkan kalau ingin mensertifikat produk yang halal. Namun ini adalah pemahaman yang salah, karena yang disertifikasi sesungguhnya adalah produk bukan produk yang sudah pasti halal, namun produk yang syubhat. Apa itu produk yang syubhat ? kita ambil contoh. Pisang secara alami adalah barang alam yang bisa diambil dari alam dan pasti halal. Oleh karena itu pisang sebagai buah ini dihukumi sebagai barang halal. Namun untuk pisang yang sudah menjadi pisang goreng, maka akan menjadi barang syubhat, karena terdapat proses yang harus dijelaskan apakah halal atau tidak. Seperti penggunaan minyak gorengnya apakah sudah dijamin kehalalannya ? apakah ada tambahan bumbu atau cita rasa atau topping yang juga harus dipastikan kehalalannya.
Oleh karena itu pisang goreng harus punya sertifikat halal karena termasuk barang syubhat. Kenapa syubhat ini terjadi ? Hal ini karena adanya peran teknologi di dunia ini. Teknologi membuat yang haram bisa berbentuk sama dengan yang tidak haram. Contoh, bubuk putih bisa berarti tepung beras, tepung terigu, atau gelatin sapi atau gelatin babi. Oleh karena itu kita perlu sertifikat halal, karena penampakan produk saat ini menjadi sulit dibedakan.
Kesimpulan:
Fokus utama haruslah pada memperkuat sistem sertifikasi halal yang ada dan memastikan keefektifannya dalam menjamin kehalalan produk. Upaya edukasi dan sosialisasi tentang hukum Islam dan pentingnya konsumsi halal bagi umat Islam juga perlu terus dilakukan.
Penulis Giri Cahyono. Kepala Laboratorium Halal BPJPH Kemenag RI
Referensi:
http://www.halaljournal.com/
https://bpjph.halal.go.id/
https://halal.unair.ac.id/